Suatu hari di tengah teriknya matahari, Nabi Muhammad saw. mendatangi Kota Thoif untuk mengabarkan bahwa tiada Tuhan selain Allah. Namun, belum lagi ia selesai menyampaikan risalahnya, para penduduk Thoif melempari beliau dengan batu. Nabi Muhammad pun berlari dengan menderita luka cukup parah. Giginya patah dan berdarah terkena lemparan batu.
Malaikat Jibril segera turun dan menawarkan bantuan kepada Nabi Muhammad. "Wahai kekasih Allah, apa yang kau ingin aku lakukan terhadap mereka. Jika kau mau aku akan membalikkan tanah yang menopang mereka sehingga mereka hilang tertelan bumi."
Bukan hanya kita yang sedih mendengar kisah ini, Jibril pun harus turun tangan melihat Nabi Muhammad dihina dan dianiaya begitu rupa. Namun, apa kata Nabi Muhammad.
Suatu ketika di dalam Kota Mekah ada seseorang yang sangat membenci Nabi Muhammad. Jika Nabi Muhammad lewat di depan rumahnya, ia melempari beliau dengan batu, tidak jarang pula ia meludahi beliau dari atas rumahnya. Tidak cukup dengan itu, ia pun melempari Nabi dengan kotoran manusia.
Suatu hari orang tersebut jatuh sakit. Ketika Nabi Muhammad melewati rumah itu, ia heran dan bertanya-tanya ke mana orang yang biasanya melemparinya. Setelah diketahuinya orang tersebut sedang sakit, Nabi Muhammad pun mengunjunginya.
Orang tadi seakan tidak percaya jika Muhammad yang selama ini ia caci maki dan ia lempari dengan batu dan kotoran masih mau menengoknya di kala sakit, saat orang lain tidak memedulikannya. Ia pun menangis di hadapan Nabi Muhammad dan saat itu pula ia mengakui kemuliaan Nabi Muhammad dan mengucapkan syahadat.
Nabi Muhammad dengan baik sekali mencontohkan apa yang tertera dalam Alquran, Surat Fushshilat Ayat (34): Dan tidaklah sama kebaikan dan kejahatan. Tolaklah (kejahatan itu) dengan cara yang lebih baik, maka tiba-tiba orang yang antaramu dan antara dia ada permusuhan seolah-olah telah menjadi teman yang sangat setia.
Ada suatu kisah yang diabadikan di dalam Alquran. Kisah ini berkaitan dengan Abdullah bin Ubay bin Salul yang dalam sejarah Islam dikenal sebagai rajanya munafik.Suatu ketika selepas pulang dari Perang Musthalik, Abdullah bin Ubay menyatakan di hadapan orang banyak bahwa begitu tiba kembali di Madinah, orang-orang yang kuat akan mengusir orang-orang Madinah yang paling lemah (Qs. Al-Munafiquun: 8). Semua orang pada waktu itu memahami cemoohan tersembunyi tersebut diarahkan kepada Rasulullah saw. Para sahabat mendidih darahnya mendengar fitnah ini sehingga jika diizinkan pastilah mereka merajam Abdullah bin Ubay dengan pedang.
Saat itu amarah orang sedemikian tingginya sehingga putra Abdullah bin Ubay sendiri menghadap Rasulullah saw., meminta izin guna membunuh bapaknya dengan tangannya. Putranya itu mengemukakan alasan bahwa jika orang lain yang membunuh bapaknya, ia tidak rela, malah mungkin akan membalas dendam terhadap pelaku tersebut. Sepanjang sejarahnya, bangsa Arab terbiasa melakukan balas dendam atas ejekan yang dilontarkan pada mereka atau keluarganya tanpa melihat besar kecilnya cemoohan itu.
Tradisi itulah yang dimaksudkan putra Abdullah bin Ubay tersebut. Namun, Rasulullah saw., tidak mengabulkan permintaannya dan juga tidak memperkenankan yang lain menghukum si munafik Abdullah bin Ubay tersebut dengan cara apa pun. Sekembalinya Abdullah bin Ubay ke Madinah, ia tetap dibiarkan hidup sampai akhir hayatnya. Ketika ia kemudian meninggal secara wajar, betapa terkejutnya orang-orang ketika Rasulullah saw., memberikan baju beliau sendiri kepada putra Abdullah untuk mengafani jenazah ayahnya yang dahulu pernah memfitnahnya. Apa yang dilakukan Rasulullah merupakan suatu pelajaran bagi kita bagaimana menghadapi orang yang menghujat kita dan beliau. Alquran pun memberikan pelajaran, Tolaklah perbuatan buruk mereka dengan yang lebih baik. Kami lebih mengetahui apa yang mereka sifatkan (Qs.Al Mukminuun (23): 96).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar